Untuk meneruskan cita-cita leluhur minahasa yang luhur baca dulu cerita kejayaan leluhur kita berikut ini:
Minahasa
dahulu disebut Tanah Malesung adalah kawasan di dalam provinsi di
semenanjung Sulawesi
Utara
di Indonesia,
sesuatu daerah yang indah, terletak di bagian utara timur pulau
Sulawesi,
yang mencakup 27.515 km persegi, terdiri dari empat daerah - Bolaang
Mongondow,
Gorontalo,
Minahasa dan kepulauan Sangihe
dan Talaud.
Minahasa
juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah
tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun
dilaut. Tertutup dengan daunan hijau pepohonan kelapa
dan kebun-kebun cengkeh,
tanah itu juga menyumbang variasi buah-buahan dan sayuran yang
lengkap. Fauna
Sulawesi Utara mencakup antara lain binatang langka seperti burung
Maleo,
Cuscus, Babirusa,
Anoa
dan Tangkasi (Tarsius
Spectrum).
1.
Huruf
Tulisan
Kuno Minahasa disebut Aksara
Malesung
terdapat di beberapa batu prasasti diantaranya di Pinawetengan.
Aksara Malesung merupakan tulisan hieroglif,
yang hingga kini masih sulit diterjemahkan.
2.
Etimologi
Prajurit Minahasa
Minahasa
secara etimologi berasal dari kata Mina-Esa (Minaesa) atau Maesa
berarti jadi satu atau menyatukan, yakni menyatukan berbagai kelompok
sub-etnik Minahasa yang terdiri dari Tontemboan,
Tombulu,
Tonsea,
Tolour (Tondano),
Tonsawang,
Ponosakan,
Pasan,
dan Bantik.
Nama
"Minahasa" sendiri digunakan belakangan setelah masa-masa
awal itu. "Minahasa" umumnya diartikan "telah menjadi
satu". Palar mencatat, berdasarkan beberapa dokumen sejarah
disebut bahwa pertama kali yang menggunakan kata "minahasa"
itu adalah J.D. Schierstein, Residen Manado, dalam laporannya kepada
Gubernur Maluku
pada 8
Oktober
1789.
"Minahasa" dalam laporan itu diartikan sebagai "Landraad"
atau "Dewan Negeri" (Dewan Negara) atau juga "Dewan
Daerah".
Nama
Minaesa
pertama kali muncul pada perkumpulan para "Tonaas"
di Watu
Pinawetengan
(Batu Pinabetengan). Nama Minahasa
yang dipopulerkan oleh orang Belanda pertama kali muncul dalam
laporan Residen J.D.
Schierstein,
tanggal 8 Oktober 1789, yaitu tentang perdamaian yang telah dilakukan
oleh kelompok sub-etnik Bantik
dan Tombulu (Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai "Perang
Tateli".
Adapun suku Minahasa terdiri dari berbagai anak suku atau Pakasaan
yang artinya kesatuan: Tonsea (meliputi Kabupaten
Minahasa Utara,
Kota
Bitung,
dan wilayah Tonsea Lama di Tondano), anak suku Toulour (meliputi
Tondano,
Kakas,
Remboken,
Eris,
Lembean
Timur
dan Kombi),
anak suku Tontemboan (meliputi Kabupaten
Minahasa Selatan,
dan sebagian Kabupaten
Minahasa),
anak suku Tombulu (meliputi Kota
Tomohon,
sebagian Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado), anak suku Tonsawang
(meliputi Tombatu
dan Touluaan),
anak suku Ponosakan (meliputi Belang),
dan Pasan (meliputi Ratahan).
Satu-satunya anak suku yang mempunyai wilayah yang tersebar adalah
anak suku Bantik yang mendiami negeri Maras,
Molas,
Bailang,
Talawaan
Bantik,
Bengkol,
Buha,
Singkil,
Malalayang
(Minanga), Kalasey,
Tanamon
dan Somoit
(tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi Utara).
Masing-masing anak suku mempunyai bahasa, kosa kata dan dialek yang
berbeda-beda namun satu dengan yang lain dapat memahami arti kosa
kata tertentu misalnya kata kawanua
yang artinya sama asal kampung.
2.
1. Kependudukan
Kebanyakan
penduduk Minahasa adalah orang yang beragama Kristen,
yang ramah dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara
barat. Hubungan pertama dengan orang Eropa
terjadi saat pedagang Spanyol
dan Portugal
tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar
terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang
Belanda. Kata Minahasa berasal dari konfederasi masing-masing
suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku
lama.
3.
Taman Laut Bunaken
Di
depan pantai kota Manado
berada pulau Manado
Tua
dengan daerah selam yang sangat indah dimana pulau Bunaken
jadi salah satu pulau yang terkenal di sekitar lingkungan ini.
4.
Sejarah
Tari Kabasaran
Orang
minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut sekitar abad 1
(pertama) pemukiman leluhur terlebih dulu berdiam di sekitar pesisir
Likupang,
lalu berpindah ke pegununggan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa
kemudian berkembang dan berpindah ke Nieutakan (daerah sekitar
tompaso
baru
saat ini). Pada masa ini pemerintahan menggunakan sistem kerajaan.
Seorang raja bertahta berdasarkan garis keturunan.
Sejarah
orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke
tanah ini sebagian besar adalah misionaris.
Beberapa antaranya: Pdt.Scwarsch, J. Albt. T.
Schwarz,
Dr.
JGF Riedel,
Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Terdapat tiga tokoh sentral terkait
dengan leluhur orang Minahasa, yaitu Lumimuut,
Toar
dan Karema.
Karema,
dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar
adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia
awal di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, tempat semula
dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya disebut Wulur Mahatus.
Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembangan biak dan bermigrasi
ke beberapa wilayah di tanah Minahasa.
Orang
minahasa pada waktu itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu :
Makarua Siow (2x9) : para pengatur Ibadah dan Adat Makatelu Pitu
(3x7) : yang mengatur pemerintahan Pasiowan Telu (9x7) : Rakyat
Pembagian
golongan berdasarkan keturunan darah. Ketika hadir pemimpin yang
semakin lama pemerintahan semakin korup dan sewenang-wenang, maka
terjadilah revolusi rakyat yang menggulingkan pemerintahan monarki.
5.
Prasasti Pinawetengan
Prasasti Pinawetengan
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Prasasti
Pinawetengan
Ketika
keturunan Lumimuut-Toar semakin banyak, maka pada suatu waktu mereka
mengadakan rapat di sebuah tempat yang ada batu besarnya (batu itu
yang kemudian disebut Watu Pinawetengan). Musyawarah dipimpin Tonaas
Wangko Kopero dan Tonaas Wangko Muntu-untu I(tua/pertama).
Sistem
pemerintahan kemasyarakatan akhirnya berubah setelah melalui
musyawarah yang mendeklarasikan sistem pemilihan umum, pemerintahan
negara demokrasi kuno, hasil musyawarah dituliskan pada sebuah batu
prasasti yang kemudian dikenal dengan sebutan Watu Pinawetengan.
Menurut Paulus Lumoindong peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun
400-500 Masehi.
Hasil
riset Dr.
J.P.G. Riedel,
bahwa hal tersebut terjadi sekitar tahun 670 di Minahasa telah
terjadi suatu musyawarah di watu Pinawetengan yang dimaksud untuk
menegakkan adat istiadat serta pembagian wilayah Minahasa.
Disana
mereka mendirikan perhimpunan negara yang merdeka, yang akan
membentuk satu kesatuan dan tinggal bersama dan akan memerangi musuh
manapun dari luar jika mereka diserang, Ratahan nanti bergabung
dengan perserikatan Minahasa ini sekitar tahun 1690.Pakasa’an
Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk
berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an
menyebut dirinya Mahasa asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure
dilupakan dalam cerita tua Minahasa.
Pembagian
wilayah minahasa tersebut dibagi dalam beberapa anak suku, yaitu:Anak
suku Tontewoh (Tonsea)
: wilayahnya ke timur laut Anak suku Tombulu
: wilayahnya menuju utara Anak suku Toulour
: menuju timur (atep) Anak suku Tompekawa
: ke barat laut, menempati sebelah timur tombasian besarPada saat itu
daratan minahasa belum dipadati penduduk, baru beberapa daerah yang
dipadati penduduk, di garisan Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung
Kawatak, Sungai Rumbia, Kalawatan. Perkembangan anak suku seperti
anak suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan
dan Bantik.
Belum
dapat ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua
menjadi Pakasa’an Toundanou dan [Tounsea] hingga Minahasa memiliki
empat Pakasa’an . Yakni Toumpakewa berubah menjadi [Tontemboan],
[Toumbulu'], Tonsea dan [Toundanou]. Kondisi Pakasa’an di Minahasa
pada jaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana Pakasa’an
Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw dan
telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu dan Toundanou. Pakasa’an
Tondano teridiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an
Touwuntu terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang
disebut [Pasan] serta [Ratahan]. Pakasa’an Toundanou terdiri dari
walak [Tombatu] dan [Tonsawang].
Walak
dan Pakasa'an Wilayah walak Toulour agak lain karena selain meliputi
daratan juga membahagi danau Tondano antara sub-walak Tounour yakni
Touliang dan Toulimambot. Yang tidak memiliki Pakasa’an adalah
walak Bantik yang tersebar di Malalayang, Kema dan Ratahan bahkan ada
di Mongondouw-walaupun etnis Bantik juga keturunan Toar dan Lumimuut.
Menurut legenda etnis Bantik jaman lampau terlambat datang pada
musyawarah di batu [Prasasti Pinawetengan]. Ada tiga nama [dotu
Muntu-Untu] dalam legenda Minahasa yakni Muntu-Untu abad ke-7 asal
Toungkimbut (Tontemboan). Muntu-Untu abad 12 asal Tonsea-menurut
istilah Tonsea. Dan Muntu-Untu abad 15 jaman Spanyol berarti ada tiga
kali musyawarah besar di batu Pinawetengan untuk berikrar agar tetap
bersatu.
Sistem
Pemerintahan pada empat suku utama terdiri atas :Walian :Pemimpin
agama / adat serta dukun Tonaas : Orang keras, yang ahli dibidang
pertanian, kewanuaan, mereka yang dipilih menjadi kepala walak
Teterusan : Panglima perang Potuasan : Penasehat
Dalam
Sejarah Ratahan,
Pasan,
Ponosakan
dari data buku terbitan tahun 1871. Pada awal abad 16 wilayah Ratahan
ramai dengan perdagangan dengan Ternate dan Tidore, pelabuhannya
disebut [Mandolang] yang sekarang bernama Belang (Bentenan).
Pelabuhan ini pada waktu itu lebih ramai dari pelabuhan [Manado].
Terbentuknya Ratahan dan Pasan dikisahkan sebagai berikut; pada jaman
raja Mongondouw bernama Mokodompis menduduki wilayah Tompakewa, lalu
Lengsangalu dari negeri Pontak membawa taranaknya pindah ke wilayah
“Pikot” di selatan Mandolang-[Bentenan] (Belang). Lengsangalu
punya dua anak lelaki yakni Raliu yang kemudian mendirikan negeri
Pelolongan yang kemudian jadi Ratahan, dan Potangkuman menikah dengan
gadis Towuntu lalu mendirikan negri Pasan. Negeri Toulumawak dipimpin
oleh kepala negeri seorang wanita bersuami orang Kema Tonsea bernama
Londok yang tidak lagi dapat kembali ke Kema karena dihadang armada
perahu orang Tolour. Karena [Kerajaan Ratahan] bersahabat dengan
Portugis maka wilayah itu diserang bajak laut “Kerang” (Philipina
Selatan) dan bajak laut Tobelo.
6.
Pergerakan Mengusir Penjajahan
6.
1. Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa
juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan
berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol
terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras,
sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada
tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total
Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria
Minahasa).
6.
2. Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Kompeni Belanda dengan VOC
Di
rentang tahun 1679 sampai 1809, adalah masa Kompeni Belanda dengan
VOCnya. Di masa ini terjadinya ketegangan yang cukup panas antara
hukum adat orang Minahasa dengan hukum Belanda. Perjumpaan antara
orang-orang Belanda dengan Minahasa memang tidak terjadi secara baik,
karena motivasi orang-orang Belanda sudah tentu ada menjajah.
Sementara orang Minahasa tidak suka dijajah. Sejumlah perjanjianpun
dibuat untuk berusaha menaklukan orang Minahasa. Tapi, perlawanan pun
harus terjadi, puncaknya adalah Perang Tondano yang terjadi tahun
1808 sampai 1809.
Perang
Tondano, yang berlangsung selama 11 bulan dan 4 hari itu, terjadi
secara herois. Demi mempertahankan kedaulatan Tanah Minahasa, para
waranei Minahasa rela mati. Pada tanggal l4 malam jelang tanggal 5
Agustus 1809, perang berkecemuk dengan sengitnya, dan berakhir dengan
kakalahan orang Minahasa. Fakta sejarah ini, sekaligus membuktikan
bahwa orang Minahasa adalah orang-orang yang rela mempertaruhkan
nyawanya demi kemedekaan tanahnya. Sekaligus juga mengkoreksi stigma
banyak orang kepada orang-orang Minahasa, bahwa "orang-orang
Minahasa penjilat Belanda". Stigma itu sudah tentu tidak benar,
karena Perang Tondano, adalah Perang Minahasa melawan Belanda.
6.
3. Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Jepang
Perjuangan
Minahasa untuk merdeka sejak tahun 1808 terus berkobar dan mulai
mengobarkan perang gerilya ke seluruh Indonesia. Para pejuang
Minahasa masuk ke pasukan Belanda untuk mempelajari segala hal demi
menyusun kekuatan besar yang akhirnya dapat memenangkan perang. Di
era menjelang Kemerdekaan Indonesia, gerakan perjuangan orang
Minahasa telah bergerak secara nasional dengan memanfaatkan segala
fasilitas Belanda dan Jepang. Orang minahasa membangun Pasukan
Kristen, Perkumpulan para cendekiawan, perkumpulan budaya. Minahasa
berhasil mendapatkan kepercayaan Belanda, bahlan pemimpin-pemimpin
pasukan belanda dipercayakan pada orang minahasa, seperti Pasukan
KNIL. Jabatan yang dipegang orang Minahasa merupakan kekuatan besar
yang bersatu dengan para pejuang dari daerah lainnya sehingga
Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh besar yang sangat berjasa melahirkan
bangsa Indonesian diantaranya Dr.G.S.J.Sam Ratulangi, A.Maramis,
Kawilarang, Ventje Sumual,
Ada
sebagian kecil orang Minahasa yang memakai marga
Jepang
karena beberapa orang Minahasa yang menikah dengan orang Jepang.
Tanah Minahasa pada zaman purba disebut sebagai [Tanah Malesung]
karena bentuknya seperti lesung atau tanah yang berlembah dan
bergelombang. Slogan Minahasa: "Si Tou Tumou Tou" yang
artinya manusia hidup untuk memanusiakan manusia yang lain, dengan
slogan perjuangan "I Yayat U Santi" yang artinya maju untuk
membangun negeri.
6.
4. Pergerakan Mengusir Penjajahan Era Kemerdekaan
Perjuangan
Minahasa untuk merdeka terus berkobar saat mempertahankan
kemerdekaan. Perang 14 februari 1946.
7.
Tokoh-tokoh besar bangsa Indonesian asal Minahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar