Selasa, 12 Oktober 2021

 

Menumbuhkan Nilai- Nilai Karakter Kepahlawanan melalui Budaya Literasi Digital di Masa Pandemi Covid- 19

 

1. Latar Belakang

        Saat ini Pemerintah Republik Indonesia serius memprioritaskan pendidikan karakter, guna mencetak generasi muda yang unggul. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun telah merumuskan Pelajar Pancasila sebagai perwujudan pendidikan karakter dengan maksud membangun generasi harapan bangsa yang mampu bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, serta berkebinekaan global. Di sisi lain, karakter yang juga perlu ditanamkan kepada generasi muda ialah karakter kepahlawanan, seperti cinta Tanah Air, rela berkorban, jujur, dan senantiasa mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi atau golongan. Apalagi di masa pandemi covid-19, karakter-karakter kepahlawanan semacam itu sangatlah diperlukan dan menjadi kunci kesuksesan bangsa Indonesia untuk bertahan di masa sulit ini, dan menjadikan generasi muda sebagai agen kebangkitan di masa pandemi covid-19, yang menjadi teladan perilaku hidup sehat dalam masa pandemi sehingga terjadi perubahan perilaku di masyarakat.

Selama ini karakter kepahlawanan di kalangan generasi muda seakan- akan semakin luntur ditelan zaman, bahkan muatan pelajaran yang membahas nilai- nilai perjuangan para pahlawan sangat minim. Oleh karena itu, perlunya motivasi untuk mengetahui, dan senantiasa mengenang serta meneruskan perjuangan para pahlawan, antara lain dengan cara mengamalkan nilai- nilai karakter kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah menumbuhkan minat baca dan literasi tentang sejarah perjuangan para pahlawan dan menjadikan nilai- nilai kepahlawanan sebagai dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

        Literasi berperan sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang hidup di abad 21 ini. Manusia dituntut untuk mengetahui informasi yang berkembang saat ini. Perkembangan literasi digital saat ini sangat pesat. Dibuktikan dengan berkembanganya pengguna internet yang semakin banyak, dari kalangan anak sampai orang dewasa. Maka dengan itu diharapkan budaya literasi yang diterapkan di dunia pendidikan dapat membekali peserta didik sebagai generasi muda harapan bangsa dalam menghadapi perkembangan digital saat ini. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk membahas tentang bagaimana menumbuhkan nilai kepahlawanan bagi Generasi Muda melalui budaya literasi digital di masa pandemi Covid- 19.

2. Pembahasan

2.1. Pentingnya nilai- nilai kepahlawanan dalam kehidupan generasi muda masa kini

        Pahlawan adalah seorang yang mempunyai sikap patriotik dalam perjuangan dan berjasa bagi negara, perilakunya dianggap patut dicontoh dan ditiru. Adapun sikap patriotik menurut Badrun (2006:32) meliputi hal- hal sebagai berikut: a) tahan uji atau ulet, b) berani karena bena, c) rela berkorban, d) berjiwa ksatria, e) bertanggung jawab, f) berjiwa pemimpin, g) keteladanan, h) cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, i) heroik, dan j) berjiwa pelopor. Sikap patriotik tersebut juga berimplikasi terhadap kesadaran nasional sebagai suatu bangsa yang meliputi: a) kepercayaan terhadap tuhan yme, b) disiplin, c) tertib, d) waspada, e) dapat bekerja sama, f) bangga sebagai bangsa, g) memiliki harga diri, h) mengakui persamaan derajat, i) taat dan menghormaati norma, j) berjiwa kesatuan dan persatuan, k) cinta budaya bangsa, dan l) percaya pada kemampuan diri sendiri.

        Upaya menumbuhkan nilai- nilai karakter kepahlawanan bagi generasi muda merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga dapat dijadikan sebagai media pemersatu dan pengikat identitas bangsa di tengah perkembangan hubungan dunia internasional. Nilai- nilai kepahlawanan dapat menjadi filter terhadap perkembangan zaman. Cinta Tanah Air, rela berkorban, dan berani merupakan nilai-nilai kepahlawanan yang ingin dimiliki masyarakat. Keinginan melaksanakan nilai kepahlawanan harus dimulai dari lingkup terkecil dalam keluarga. Nilai-nilai itulah yang diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa di tengah isu suku, agama, ras, dan antar-golongan. Nilai kepahlawanan dapat juga berupa kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Nilai- nilai itu sangat relevan pada kehidupan masa kini.

        Di era revolusi 4.0 banyak sekali tantangan-tantangan yang membuat kita lupa akan adanya nilai-nilai kepahlawanan yang harus selalu diterapkan. Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara tentu saja tidak berpikir hanya soal bagaimana meraih merdeka namun menyadari bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia pada setiap zaman. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, pendidikan adalah alat untuk membangun kesadaran untuk memerdekakan diri. Setelah merdeka, kita masih terus membutuhkan pendidikan. Perjuangan pun sebenarnya demikian. Cita-cita kita sebenarnya bukan sekadar merdeka dari penjajahan bangsa asing, apa yang akan dan perlu kita lakukan kalau sudah merdeka, dan bagaimana hidup sebagai bangsa yang bermartabat, setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Menjadi pahlawan tidak bermakna bahwa orang harus membuang kehidupan pribadinya untuk perjuangan. Pahlawan adalah orang- orang yang bekerja dengan dedikasi yang sangat tinggi, pada bidang kerjanya masing-masing, yang memberikan kontribusi maksimal bagi banyak orang. Pahlawan masa kini dapat diwujudkan dengan upaya bela negara nonfisik artinya kita berupaya upaya untuk mempertahankan negara dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk penanggulangan terhadap bahaya yang mengancam ketenteraman negara.

        Dalam situasi pandemi Covid - 19 ini, tujuan yang sedang kita perjuangkan tentu saja memastikan eksistensi kita sebagai bangsa tetap utuh. Pandemi ini jelas mengancam jiwa manusia, dan dapat menyebabkan kematian. Setiap kematian anak bangsa adalah ancaman bagi eksistensi kita sebagai bangsa. Setiap usaha untuk menyelamatkan anak bangsa dari ancaman penyakit adalah perjuangan. Kenyataannya, sudah banyak yang gugur dalam perjuangan tersebut. Orang-orang yang selama ini menjalani profesi biasa untuk mencari nafkah mungkin tak pernah mengira bahwa kelak mereka akan berjuang di garis depan. Tentu saja mereka tak membayangkan harus bertaruh nyawa untuk banyak orang. Selain soal hidup dan mati itu, perjuangan kita adalah perjuangan untuk hidup normal, seperti sebelum pandemic, perjuangan untuk bekerja mencari nafkah bagi kelangsungan hidup keluarga, perjuangan generasi muda yang harus belajar untuk masa depan, dan perjuangan pemerintah dalam melayani berbagai kebutuhan rakyatnya.

        Melakukan hal- hal biasa kini terasa seperti sebuah perjuangan besar. Pada masa normal guru mengajar adalah tindakan biasa. Pada masa pandemi ini guru tidak hanya sekadar mengajar, tapi mereka harus memastikan proses pendidikan anak-anak bangsa tidak terputus. Bagi banyak anak di pedesaan, pergi belajar ke sekolah selama ini bukan soal besar. Kini untuk belajar mereka harus berjuang keras. Ada yang harus membayar biaya yang tidak sedikit untuk tetap bisa terhubung dengan internet. Ada pula yang harus naik ke gunung untuk sekadar mendapat signal internet.

        Kita berada dalam situasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Hal- hal yang selama ini adalah hal biasa berubah menjadi luar biasa. Hal-hal yang tidak dianggap sebagai perjuangan kini menjadi perjuangan yang sangat besar maknanya. Situasi ini belum berakhir, dan belum akan berakhir. Kita tak tahu kapan akan berakhir. Ada harapan kita akan kembali normal setelah vaksinasi berhasil. Tapi ada pula kemungkinan bahwa vaksinasi pun tidak akan mengubah keadaan. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Sebenarnya dalam setiap situasi kita memang harus berjuang. Dalam setiap situasi kita harus mengerahkan segenap kemampuan kita. Dengan cara itulah orang-orang di negara maju bekerja, lalu mencapai kemajuan- kemajuan yang kita saksikan sekarang. Bangsa kita masih tertinggal dalam banyak hal. Salah satu sebab utamanya adalah karena perjuangan kita kurang keras dan kurang terarah.

        Pandemi ini adalah titik belok atau titik balik. Ke mana kita akan menuju setelah ini akan sangat ditentukan oleh apa yang kita lakukan. Pertama, kita harus memastikan kita bisa kembali hidup normal, baik dengan cara memusnahkan penyakit ini dengan vaksin, atau memperkuat daya tahan tubuh kita, serta menjauhi berbagai sebab penularan. Kita harus melakukan transformasi gaya hidup. Kedua, kita harus menjadi lebih baik lagi setelah kita kembali ke keadaan normal, sebagaimana pada masa perjuangan para pahlawan di masa lalu dengan mencari cara untuk berkontribusi sebesar- besarnya bagi bangsa dan Negara tanpa mengharapkan imbalan tanda jasa.

 

2.2. Pentingnya budaya Literasi

      Sebagai bagian dari bangsa yang besar, kita harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup di abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

        Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa adalah melalui pendidikan. Tidak dipungkiri berkembangnya teknologi saat ini membuat peserta didik semakin leluasa untuk mengakses apa yang mereka cari. Dengan perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus peluang. Salah satu kekhawatiran saat ini yaitu jumlah pengguna internet di kalangan generasi muda sangat besar. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui android, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Belum lagi   perilaku   berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Berdasarkan dari laporan survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada tahun 2016, jumlah pengguna Internet di Indonesia telah mencapai 132.7 juta orang dari 256.2 juta orang populasi Indonesia. Ini berarti, pengguna Internet di Indonesia telah mencapai 51.8% dari jumlah penduduk Indonesia seluruhnya. Komposisinya bisa dikatakan berimbang di antara laki-laki (52.5%) dan perempuan (47.5%), apalagi ketika Indonesia memasuki masa pandemic Covid- 19, diperkirakan jumlah pengguna internet meningkat secara signifikan. Hal- hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang tua, yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi abad ke- 21, generasi yang memiliki kompetensi digital.

        Selama ini literasi dipahami sebagai kegiatan membaca dan menulis. Hingga pada akhirnya literasi tidak hanya berkaitan dengan baca tulis, tetapi mencakup kemampuan membaca, memahami, dan mengapresiasi berbagai bentuk komunikasi secara kritis (Indriyana, 2016:1-2). Pada masa perkembangan awal, literasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan berpikir kritis tentang ide-ide. Perkembangan berikutnya menyatakan bahwa literasi berkaitan dengan situasi dan praktik sosial. Kemudian, literasi diperluas oleh semakin berkembangnya teknologi informasi dan multimedia.

        Caniago (2013: 8), mengartikan literasi digital sebagai tindakan melek teknologi yang mencakup pemahaman tentang web dan mesin pencari. Literasi digital juga dapat diartikan sebagai himpunan sikap, pemahaman, dalam menangani dan mengomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format. Sehingga perlu adanya gerakan budaya literasi yang diprakarsai oleh pihak sekolah. Gerakan Budaya literasi digital ini merupakan alternatif yang tepat untuk menumbuhkan nilai- nilai kepahlawanan terhadap peserta didik serta generasi muda pada umumnya, dengan cara mengakses situs- situs yang bermuatan konten- konten kepahlawanan misalnya biografi pahlawan nasional atau kisah- kisah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dapat juga berupa prestasi- prestasi anak bangsa yang telah mengharumkan nama Indonesia di bidang olahraga, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Kehadiran Buku digital bisa menjadi salah satu solusi dalam menumbuhkan budaya literasi di dunia pendidikan pada khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya. Dengan berbagai keunggulan dan daya tarik buku digital diharapkan mampu menumbuhkan minat baca sehingga kemampuan literasi masyarakat Indonesia semakin meningkat. Dengan demikian budaya literasi akan semakin tumbuh. Dengan tumbuhnya budaya literasi, masyarakat Indonesia akan bergerak menuju masyarakat belajar (learning society). Selain itu, guru sebagai pendidik yang memiliki jalur utama dalam berkomunikasi dengan peserta didik di sekolah, dapat mengajarkan keterampilan literasi digital yang terintegrasi muatan nilai- nilai kepahlawanan dalam proses pembelajaran, untuk mewujudkan kualitas karakter kepahlawanan yang sesuai dengan kecakapan abad 21 tersebut.

 

2.3. Literasi Digital dalam upaya menumbuhkan nilai- nilai karakter kepahlawanan di masa Pandemi Covid- 19.

        Di tengah-tengah keterpurukan kita dari nilai- nilai kepahlawanan, minat budaya literasi menjadi hal yang penting digerakkan di era digital ini. Sehingga kita tidak terlalu terlena dengan buaian erotisnya internet dan smart phone semata. Mengapa hal ini penting, mengingat bangsa kita sejatinya belum merdeka. Bangsa kita dijajah dengan suguhan banjirnya internet dan smart phone. Berjam- jam kita menggunakan smart phone dan internet tanpa merasa bosan. Kemana- mana pasti membawa smart phone bahkan kita merasa gundah dan gelisah bilamana keduanya tidak berfungsi sebagai mana biasanya. Akibatnya, bangsa kita semakin tidak terpandang di negara- negara lain. Bangsa kita terkesan bodoh di mata dunia. Bagaimana mau memajukan peradaban sedang kita tak peduli terhadap budaya literasi yang menjadi syarat mutlak majunya sebuah peradaban dalam satu negara. Sudah sepantasnya kita tergugah untuk mengangkat nilai- nilai kepahlawanan melalui budaya literasi bukan budaya konsumtif dan materialis, sehingga kita digolongkan sebagai para pahlawan sekalipun tidak secara formal dianugerahakan oleh negara, tapi setidaknya kita sudah pernah melahirkan sejarah yang sarat dengan nilai-nilai kepahlawanan.

        Pandemi Covid- 19, memengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, yang secara tidak disengaja telah menciptakan era baru ketergantungan terhadap tersedianya fasilitas internet sebagai sarana penunjang dalam aktifitas berliterasi. Segala informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diakses melalui media digital yang tentu saja sangat memungkinkan kita untuk mengembangkan budaya Literasi digital yang bukanlah menggantikan peran buku- buku yang ada namun menjadi salah satu sumber penting untuk belajar dan menggali informasi.

        Berdasarkan data survei Central Connecticut State University (CCSU) yang merilis peringkat literasi bertajuk World’s Nost Leterate Nations pada Maret 2016, dari 61 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat ke- 60. Tingginya rendahnya budaya membaca dan menulis menjadi salah satu indikator bangsa yang cerdas. Dari data tersebut menunjukkan bahwa minat baca orang Indonesia sangat rendah sehingga diharapkan dengan adanya pengembangan konten- konten literasi digital yang bermutu, beragam, dan menarik dapat merangsang generasi muda untuk mencintai literasi. Dalam upaya menumbuhkan nilai- nilai karakter kepahlawanan sebagai bentuk proses pengembangan kapasitas berpikir dan pengembangan sikap serta kepribadian, memang tidak mudah dilaksanakan jika tidak didukung oleh ketersediaan sarana media literasi digital konten kepahlawanan. Namun demikian, dapat diciptakan sebuah situasi yang mampu menggerakan generasi muda untuk turut serta berpartisipasi dalam mengakses, berbagi, bahkan berkreasi memperkaya konten- konten bertemakan kepahlawanan melalui akun- akun sosial medianya masing- masing, seperti Youtube, Blog, Twitter, Instagram, dan sebagainya. Di dunia pendidikan, sekolah perlu menggiatkan kegiatan- kegiatan guna memperkokoh budaya Literasi termasuk Literasi Digital melalui kegiatan literasi sebelum atau sesudah pemelajaran serta mengintegrasikan nilai- nilai karakter kepahlawanan dalam setiap proses pembelajaran.

        Salah satu hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan untuk kebijakan pendidikan di masa depan antara lain yaitu upaya memperkaya muatan- muatan materi pelajaran tertentu dengan topik bertemakan perjuangan para pahlawan nasional, serta mengangkat nilai- nilai positif perjuangan para pahlawan di daerah pada mata pelajaran muatan lokal serta semakin menggiatkan kegiatan Kepramukaan dan Bela negara, yang didukung dengan ketersediaan media penunjang Literasi cetak maupun digital.

 

3. Penutup

        Untuk menumbuhkan nilai- nilai karakter kepahlawanan bagi generasi muda penerus bangsa,adalah dengan cara meningkatkan budaya literasi di masing-masing jenjang pendidikan. Literasi digital merupakan era perkembangan baru dunia literasi. Seluruh  informasi dapat dengan mudah diperoleh melalui media sosial. Semua berita disajikan  dengan cepat, berbagai situs berita bermunculan, akun-akun komunitas bermunculan, yang tentu saja sangat mendukung adanya aktifitas Literasi Digital dengan dibarengi adanya filterisasi diri dalam memilah- milah informasi yang masuk melalui digital. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kemajuan teknologi bisa berdampak buruk bagi penggunanya. Adanya kemampuan berpikir kritis menjadi krusial, seiring merebaknya informasi atau situs bersifat ‟hoax‟ dalam lingkungan digital, terutama informasi dalam media sosial. Beredarnya ‟hoax‟ di media sosial secara teknologi terkadang mengelabui masyarakat, tanpa memahami apakah informasi yang diterima dalam kapasitas informasi benar atau berita bohong. Pengguna perlu diajarkan untuk mengkritisi informasi yang diterima melalui perangkat digital, berupa informasi dalam bentuk teks, gambar, video ataupun multi format media digital lainnya. Diperlukan juga adanya pemahaman tentang perangkat hukum yang melingkupi lingkungan digital, seperti UU ITE, perlindungan hak privasi seseorang terutama profil seseorang yang tersedia secara digital di internet ataupun komunitas online, sehingga muncul adanya sikap berhati-hati dalam penggunaan digital pada saat.

        Melalui kegiatan literasi digital penulis meyakini dapat menumbuhkan nilai- nilai karakter kepahlawanan, melalui para tokoh, atau kelompok yang telah mengharumkan nama bangsa di masa lampau hingga masa kini termasuk perjuangan para pahlawan nasional, pahlawan di daerah, pahlawan tak dikenal, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan di bidang olahraga, pahlawan di bidang sosial, dan pahlawan di bidang- bidang lainnya demi Indonesia bangkit dari segala  keterpurukan.     


DAFTAR PUSTAKA

 

Badrun,   Ubedilah.  2006. Pahlawan. Jakarta: Perspektif

 

Caniago, Junita Kahirani. 2013. Literasi Media dan Literasi Digital. http://junitakhairanicaniago.weebly.com/-uploads/1/8-/4/6/18468290/makalah literasi media digital.pdf (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 18.00 WITA)

 

https://nasional.kompas.com/read/2016/11/08/05280001/arti.kepahlawanan.pada.masa.kini?page=all. (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 18.50 WITA)

  

https://apjii.or.id/content/read/39/264/Survei-Internet-APJII-2016 (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 18.50 WITA)

  

https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/literasi-tak-hanya-bebas-buta-aksara/ (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 19.50 WITA)

  

https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 20.50 WITA)

  

https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/profil-pelajar-pancasila/ (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 20.55 WITA)

 

Indriyana, Hasta. 2016. Mendorong Terciptanya Pembelajar Mandiri. https://docplayer.info/50278263-Pengaruh-literasi-digital-terhadap-psikologis-anak-dan-remaja-abstrak.html (Diakses tanggal 20 September 2021, pukul 20.53 WITA)